Allah SWT Berfirman:
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ
اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ
أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا
يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Artinya: “Sesungguhnya
bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan (telah ditetapkan)
dalam Kitab Allah sewaktu dia menciptakan landi dan bumi, dan di
antaranya, ada empat bulan yang dihormati..”. (QS. al-Taubah:36)
1. Hijrah Ke Habasyah.
Ketika umat Islam berada pada periode Mekah, maka banyak sekali
tekanan, hinaan, ejekan, bahkan hingga kepada siksaan badan yang
hampir-hampir tidak terkendali.
Khabbab bin ‘Art, Ammar bin Yasir dan istrinya, serta Bilal bin Rabah,
telah mendapat siksaan badan oleh orang kafir Quraisy. Keadaan yang
hampir tidak terkendali, demi menyelamatkan iman dan demi untuk
mengembangkan da’wah, maka Nabi mengarahkan untuk berhijrah, seraya
bersabda yang artinya :
‘’Sesungguhnya di Negeri Habasyah terdapat seorang raja yang tak seorang
pun yang dizalimi di sisinya, pergilah ke negerinya, hingga Allah
membukakan jalan keluar bagi kalian dan penyelesaian atas peristiwa yang
menimpa kalian. (Fathul Bari 7;189)
Nabi juga pada waktu yang sama mengirim surat untuk disampaikan kepada sang raja (Najasyi).
Habasyah, merupakan satu tempat yang berada di wilayah Ethophia yang
berbangsa sudan, dimana kulitnya ke hitam-hitaman, yang berada jauh dari
kota Mekah. Perjalanan yang tidak bisa digambarkan seperti sekarang
mereka telah merintasi padang pasir menuju pelabuhan Jeddah untuk
menaiki kapal kecil dan membayar dengan mata uang setengah dinar. Para
sahabat yang jumlahnya dalam sebagian riwayat 15 orang, sebelas muslimin
dan empat muslimat. Di antara mereka adalah Ustman bin Affan dan
Rukoyah binti Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wa sallam.
Mereka telah diterima oleh Raja Najasyi dengan hati terbuka untuk melindungi keberadaannya selama di Habasyah.
Peristiwa itu terjadi pada bulan Rajab tahun ke lima daripada diutusnya
kerasulan, merupakan catatan sejarah umat Islam dalam memperjuangakan
agama Allah, ada kalanya ketika mendapat tantangan dahsyat yang hampir
tidak terkendali, adalah dianjurkan untuk berhijrah.
Banyak sejarah umat sebelumnya berbuat demikian. Ashabul Kahfi
umpamanya, telah diceritakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat
al-Kahfi, merupakan golongan pemuda yang menghadapi pemerintah dzalim
dan suasana membahayakan terhadap keimana mereka. Maka, mereka telah
berhijrah ke satu gua sehingga tertidur di dalamnya hingga sekitar tiga
ratus tahun lamanya.
2. Peristiwa Isra dan Mi’raj
Pada bulan Rajab juga telah terjadi peristiwa penting bagi sirah atau perjalanan Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wa sallam.
Di mana tatkala Rasulullah dilanda duka dengan kematian istri tercinta
Khadijah binti Khuwailid yang seluruh harta dan jiwanya dicurahkan
sepenuhnya untuk mendukung kegiatan dakwah Rasul dan sang paman Abu
Thalib yang selama hidupnya telah menjaga dan memelihara baginda Nabi.
Walaupun terdapat perselisihan pendapat tentang terjadinya peristiwa
Isra dan Mi’raj, tapi para ahli sejarah mencatat bahwa bulan Rajab
adalah tanggal yang mendekati kepada kebenaran akan terjadinya peristiwa
yang amat menghibur Rasulullah itu.
Terkait dengan peristiwa tersebut Allah berfirman:
سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ
آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya: “Maha
suci Allah yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari
dari Masjidilharam (di Mekah) ke Masjidil Aqsa (di Palestina), yang Kami
berkati sekelilingnya, untuk memperlihatkan kepadanya tanda-tanda
(kekuasaan dan kebesaran) Kami. Sesungguhnya Allah jualah yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Isra:1).
Dengan demikian Isra adalah perjalanan Rasulullah di tengah malam dari
Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsa. Sedangkan Mi’raj adalah diangkatnya
Rasulullah dari Masjid al-Aqsa ke langit hingga ke Sidratul Muntaha yang
merupakan tempat tertinggi. Ada yang berpendapat hanya ruhnya saja,
sedangkan yang lain berpendapat ruh dan jasadnya.
3. Perang Tabuk
Perang tabuk terjadi pada 19 Rajab 9 H. Tabuk diambil dari satu tempat
di Utara Semenanjung Arab dimana Rasulullah mengirim 30 ribu pasukan ke
tempat tersebut untuk menghadapi pasukan Romawi. Perang Tabuk merupakan
perang terakhir yang terjadi di masa Rasulullah.
Persiapan pasukan Islam sangat luar biasa dimana segala kekuatan
dikerahkan, baik itu kekayaan, tenaga dan pemikirannya. Rasulullah dan
para Sahabatnya mempersiapkan segala kekuatan yang ada. Harta kekayaan
dihimpun dari bebagai lapisan masyarakat, sehingga di antara mereka ada
yang memberikan harta seluruhnya, seperti Abu bakar; ada yang
separuhnya, seperti Ustman bin Affan; ada sebagian kecilnya, tergantung
kemampuannya.
Setelah mendengar
seruan Rasulullah, maka dari setiap kabilah dan rombongan mempersiapkan
diri masing-masing. Tidak mau ketinggalan atas seruan tersebut, bahkan
orang yang fakir miskin pun tidak mau ketinggalan. Ada di antara mereka
yang datang menghadap Rasulullah, namun menyadari akan keadaan mereka,
maka Rasulullah bersaudara yang artinya : “Aku tidak ada sesuatu yang
boleh membawa kamu semua”.
Maka,
mereka beredar dari situ dengan muka berlinangan air mata, berdukacita
karena tidak dapat turut serta dan ketiadaan sesuatu untuk membiayai
peperangan.
Hal itu karena mereka
tidak mampu dari segi keuangan, kendaraan (kuda atau unta) amat
terbatas, sedang peserta begitu banyak jumlahnya. Karena itu Allah
berfirman:
وَلَا
عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا
أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ
حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ
Artinya
: “Tidak ada padaku kendaraan yang hendak ku berikan untuk membawa
kamu, mereka kembali sedang mata mereka mengalirkan airmata yang
bercucuran, karena sedih mereka tidak mempunyai sesuatu pun yang hendak
mereka belanjakan untuk pergi berjihad pada jalan Allah “. (QS.
Al-Taubah:92).
Melihat persiapan
yang begitu rapi oleh pihak Muslimin, maka pasukan Romawiterpecah secara
berkelompok-kelompok karena ketakutan akan besarnya jumlah
kaumMuslimin, dan ketuanya bernama Ailah Yuhanna (John) mengajak
berdamai kepada Rsulullah.
Maka,
Rasul pun menerima ajakannya dengan syarat membayar Jizyah (upeti).
Laludibuatlah perjanjian antara Rasulullah dan Kaum Muslimin dengan
pasukan Romawi.Akhirnya, perang Tabuk tidak terjadi karena umat Islam
dianggap menang setelah tentara Romawi menyerah dan berdamai.
4. Terbukanya Baitul Maqdis
Umar bin Khatab telah mengukir kegemilangan ketika masa kekhilafahannya
walaupun hanya beberapa tahun dalam memegang amanahnya sebagai khalifah
akibat terkena fitnah dan dibunuh oleh oknum dari kalangan sahabat
sendiri.
Dengan izin Allah telah
Khalifah Umar membuka Baitul Maqdis, kota yang telah sekian lama di
kuasai oleh orang Romawi yang didalamnya terdapat Masjid Al-Aqsa,
Palestina.
Bagaimanapun akibat dari
perselisihan dan perpecahan umat akhirnya Baitul Maqdis dapat di ambil
alih oleh tentara salib. Mereka mengambil kesempatan dari kelemahan umat
Islam akibat perpecahan dan persengketaan yang berterusan setelah
menguasainya selama 500 tahun.
Bagaimanapun, tentara Salib tersebut hanya dapat menguasai selama 60
tahun karena atas kepemimpinan Shalahuddin al-Ayubi, umat Islam dapat
menguasai kembali pada bulan Rajab 583 H.
Baitul Maqdis di bawah kepemimpinan Islam itu berlanjut hingga tahun
1948 saat diproklamirkan secara sepihak negara Yahudi ‘Israel’. Pada
tahun 1967, Zionis Israel menjajah Baitul Maqdis secara keseluruhan
sekaligus Masjid Aqsa hingga hari ini.
Maka tugas kita adalah berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk
mengembalikan Masjid Al-Aqsa tersebut ke pangkuan umat Islam sekaligus
membebaskan Palestina, seperti yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar
bin Khatab dan Sholahuddin al-Ayubi.
5. Lahirnya Imaam Syafi’i
Bagi orang Palestina, khususnya jalur Gaza dan umum bagi umat Islam,
sepatutnya bersyukur atas anugerah yang Allah karuniakan dengan lahirnya
seorang insan yang amat jenius pemikirannya. Bayangkan, dalam umur
sembilan tahun hafal al-Qur’an. Pada umurnya yang relatif muda, beliau
telah hafal kitab karya gurunya Imam Malik, ‘al-Muwatha’.
Beliau adalah Muhammad Bin Idris Bin Abbas Bin Uthman bin Syafie Bin
Saib Bin Abdu Yazid Bin Hasyim Bin Abdul Mutalib Bin Abdul Manaf, yang
dikenal dengan sebutan Imaam Syafi’i. Beliau lahir pada bulan Rajab
tahun 150 H. Beliau bertemu dengan asal usul keturunan Rasulullah pada
Abdul Muthalib dan Abdul manaf.
Karena kepintarannya, pada umur 20 tahun sudah bisa dipercaya untuk
memberikan fatwa terhadap segala permasalahan umat Islam. Hingga kini
madzhabnya telah diikuti oleh banyak negara terutama di beberapa negara
ASEAN. Kitab hasil karyanya terus menjadi rujukan umat Islam seperti
Al-Um dan Risalah.
Posted by 12:44 PM and have
0
comments
, Published at
No comments:
Post a Comment